Di antara himpunan artefak bersejarah yang tersembunyi di berbagai penjuru dunia, Prasasti Pucangan berdiri sebagai saksi bisu kejayaan Nusantara yang kini berada jauh dari tempat asalnya. Batu andesit yang ditemukan di lereng Gunung Penanggungan, Jawa Timur, ini bukan sekadar peninggalan arkeologi, melainkan catatan penting yang menggambarkan kemegahan Kerajaan Medang di masa Raja Airlangga. Sayangnya, prasasti ini telah lama meninggalkan tanah air, kini tersimpan di Indian Museum, Kolkata, India, sebagai bagian dari jejak sejarah yang terpisah dari akar budayanya.
Keindahan dan Kedalaman Pesan Prasasti Pucangan
Prasasti Pucangan merupakan salah satu warisan budaya paling penting dari era Kerajaan Medang, yang ditulis pada abad ke-11. Batu ini setinggi 124 cm dan lebar 86 cm, memuat inskripsi berbahasa Sanskerta dan Kawi yang menceritakan asal-usul Raja Airlangga, mulai dari garis keturunannya hingga peristiwa penting yang membentuk perjalanan hidupnya sebagai seorang pemimpin. Dalam narasi yang terpahat pada prasasti tersebut, kita dapat mengetahui bagaimana Airlangga, putra Raja Udayana dari Bali dan Mahendradatta, seorang putri dari Wangsa Isyana.
Dalam prasasti ini, disebutkan pula tragedi besar yang dialami Airlangga pada usia muda. Ketika istana diserang dan dilanda kebakaran, ia terpaksa melarikan diri ke hutan, meninggalkan kehidupan mewah seorang bangsawan. Bersama Mpu Narotama, ia menghabiskan waktu dalam persembunyian, sebelum akhirnya rakyat dan para Brahmana memintanya untuk kembali dan memimpin kerajaan yang telah porak-poranda. Airlangga pun menerima tanggung jawab itu, menciptakan harmoni di tengah perpecahan, dan membangun kembali kerajaan yang dikenal sebagai Kahuripan.
Perjalanan Prasasti Pucangan ke Negeri Bharata
Namun, cerita Prasasti Pucangan tidak berhenti di tanah Jawa. Pada tahun 1812, Thomas Stamford Raffles, seorang administrator Inggris yang terkenal dengan kecintaannya pada sejarah dan budaya Jawa, menemukan prasasti ini di kaki Gunung Penanggungan. Dalam upaya untuk memperkaya koleksi artefak di India yang saat itu berada di bawah kekuasaan Inggris, Raffles memindahkan prasasti ini ke Kalkuta sebagai hadiah kepada Lord Minto, Gubernur Jenderal India. Sejak saat itu, prasasti ini menjadi koleksi permanen di Indian Museum, Kolkata, dan meninggalkan tanah kelahirannya selama lebih dari dua abad.
Makna yang Tertinggal: Prasasti sebagai Identitas Bangsa
Keberadaan Prasasti Pucangan di negeri asing menjadi simbol yang menyakitkan sekaligus penuh makna. Prasasti ini, yang merupakan catatan penting tentang kejayaan masa lalu, kini berdiri di museum yang jauh dari masyarakat yang mewarisinya. Kehadirannya di India mengingatkan kita pada sejarah kolonialisme yang telah merampas sebagian besar artefak budaya Indonesia dan memisahkan kita dari warisan nenek moyang.
Namun, di sisi lain, prasasti ini juga menjadi jembatan budaya antara Indonesia dan India. Ia berbicara tentang hubungan erat antara dua peradaban yang telah terjalin selama berabad-abad melalui perdagangan, agama, dan seni. Bahasa Sanskerta yang digunakan dalam prasasti ini menjadi bukti bahwa Nusantara bukanlah peradaban pinggiran, melainkan pusat kebudayaan yang memainkan peran penting dalam dinamika Asia.
Harapan untuk Masa Depan: Pemulangan dan Pelestarian
Kini, di tahun 2025, keinginan untuk memulangkan Prasasti Pucangan ke tanah air semakin kuat. Upaya diplomasi budaya dan negosiasi internasional telah dilakukan untuk mengembalikan artefak-artefak penting seperti ini ke tempat asalnya.
Bersumber dari tempo.co, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon mengatakan “Kami harap kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke India nanti akan menyampaikan antara lain pengembalian Prasasti Pucangan,” katanya pada Rabu 8 Januari 2025, sementara itu, Presiden Prabowo Subianto sendiri dijadwalkan akan mengunjungi India pada 23-26 Januari 2025.
Pemulangan prasasti ini bukan hanya tentang mengembalikan sebuah artefak fisik, tetapi juga tentang menghidupkan kembali identitas bangsa dan memberikan akses kepada generasi penerus untuk mempelajari langsung warisan leluhur mereka. Prasasti Pucangan, yang telah menjadi saksi bisu perjalanan waktu, mengajarkan kita tentang kebesaran masa lalu dan pentingnya menjaga warisan budaya. Meski saat ini ia berada jauh di negeri Bharata, prasasti ini tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan jati diri Nusantara. Hingga saat itu tiba, Prasasti Pucangan tetap berdiri sebagai pengingat bahwa kejayaan masa lalu tidak pernah benar-benar hilang. Ia menunggu saatnya kembali ke rumah, membawa serta kisah-kisah kebanggaan yang layak untuk dikenang dan dirayakan oleh seluruh generasi bangsa.
Tentang Penulis:
Landya Mada Dyatmika
Bachelor of Software Engineering
Delhi Technological University
PPI New Delhi
PPI India adalah wadah bagi pelajar Indonesia untuk berinteraksi, berbagi informasi, serta mendukung satu sama lain dalam menghadapi tantangan dan peluang yang ada di India. Kami berkomitmen untuk membangun komunitas yang solid, inklusif, dan progresif, yang tidak hanya berfokus pada akademik, tetapi juga pada pengembangan pribadi dan profesional setiap anggotanya.