Fenomena #KaburAjaDulu merupakan tren di media sosial yang digunakan untuk menggambarkan situasi dimana seseorang memilih untuk menghindar atau kabur dari suatu masalah, tanggung jawab, atau situasi yang tidak diinginkan, sering kali dengan nada humor atau sarkasme.
Sumber gambar: Harian Disway
Asal-usul dan Penggunaan, hashtag ini muncul dalam berbagai konteks, seperti:
1. Hubungan asmara, ketika seseorang merasa hubungannya mulai bermasalah atau pasangannya menunjukkan tanda-tanda red flag, mereka bercanda dengan “Kabur aja dulu.”
2. Pekerjaan atau kuliah, dipakai oleh pekerja atau mahasiswa yang merasa beban kerja atau tugas terlalu berat.
3. Situasi lucu atau canggung, bisa juga dipakai untuk menggambarkan seseorang yang ingin menghindari momen memalukan.
4. Sulitnya mencari pekerjaan dan proses penerimaan pegawainya yang kompleks di Dalam Negeri (Indonesia), sehingga banyak anak muda memilih untuk berusaha mencari pekerjaan di Luar Negeri.
Mengapa hashtag menjadi popular saat ini?
1. Relatable, banyak orang merasa situasi ini dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka.
2. Merasa kurang perhatian yang serius dari pemerintah Indonesia.
3. Meme Culture, hashtag ini sering dipakai dalam meme dan video (reel) di sebuah media sosial seperti instagram.
4. Tren digital, sejalan dengan tren dan sentilan dari netizen yang suka menanggapi masalah serius dengan humor di media sosial.
Fenomena #KaburAjaDulu jika ditelaah lebih dalam, ada beberapa potensi ancaman bagi negara, terutama jika mentalitas "kabur" ini berkembang menjadi kebiasaan di berbagai aspek kehidupan.
Berikut beberapa ancaman yang mungkin saja bisa muncul:
1. Penurunan Rasa Tanggung Jawab : Jika budaya menghindar dari masalah semakin diterima, masyarakat bisa kehilangan rasa tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban mereka, baik dalam pekerjaan, pendidikan, atau bahkan dalam kehidupan sosial.
2. Dampak pada Etos Kerja dan Ekonomi : Jika terlalu banyak individu memilih untuk "kabur" dari pekerjaan atau tantangan kehidupan, ini bisa berdampak pada produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Mentalitas ini juga bisa melemahkan daya saing bangsa dalam menghadapi tantangan global.
3. Pengaruh pada stabilitas Sosial dan Politik : Kurangnya keterlibatan dalam isu-isu penting, jika masyarakat terbiasa "kabur" dari masalah sosial dan politik, maka partisipasi publik dalam demokrasi bisa menurun, yang dapat menguntungkan kelompok tertentu untuk mengambil keputusan sepihak.
4. Pengaruh pada Generasi Muda : Jika anak muda melihat bahwa “kabur” adalah solusi yang wajar, mereka bisa kehilangan daya juang dan ketahanan mental dalam menghadapi tantangan hidup. Ini berbahaya dalam jangka panjang karena melemahkan karakter bangsa.
Menurut penulis, terlihat kini Indonesia menghadapi beberapa tantangan dalam menangani fenomena #KaburAjaDulu, terutama jika mentalitas ini berkembang menjadi pola pikir yang lebih luas dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Berikut beberapa tantangan utama yang dihadapi:
1. Kurangnya kesadaran akan dampak long-term, banyak orang menganggap tren ini hanya sebagai lelucon tanpa menyadari bahwa jika terus berkembang bisa melemahkan rasa tanggung jawab dan daya juang individu. Sosialisasi tentang pentingnya menghadapi tantangan hidup masih menjadi catatan atau PR besar.
2. Budaya Instant signifikan, generasi muda semakin terbiasa dengan kepuasan yang didapat secara instan. Jika sesuatu terasa sulit atau tidak nyaman, mereka cenderung memilih jalan keluar cepat (termasuk “kabur”). Ini menjadi tantangan bagi sistem pendidikan dan dunia kerja dalam menanamkan nilai ketekunan dan disiplin.
3. Minimnya Ketahanan Mental dan Emosional, masih banyak masyarakat yang kurang memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan, baik dalam pekerjaan, studi, maupun kehidupan pribadi. Kurangnya edukasi tentang manajemen stres dan kesehatan mental membuat banyak orang lebih mudah menyerah.
4. Krisis Kepercayaan terhadap pemerintah, sebagian orang yang menggunakan #KaburAjaDulu sebenarnya melakukannya bukan sekadar untuk menghindar, tetapi karena merasa sistem di Indonesia tidak berpihak pada mereka. Misalnya: Mahasiswa merasa sistem pendidikan terlalu berat tanpa dukungan yang cukup, pekerja merasa gaji dan kesejahteraan tidak sebanding dengan beban kerja, masyarakat merasa hukum dan pemerintahan tidak selalu adil.
Ketika kepercayaan terhadap sistem menurun, semakin banyak orang yang memilih “kabur” ke luar negeri, pindah pekerjaan dengan cepat, atau tidak mau berpartisipasi dalam isu sosial dan politik di dalam negeri.
5. Tantangan dalam regulasi dan kebijakan, pemerintah belum memiliki kebijakan yang spesifik untuk mengatasi tren budaya seperti ini. Perlu ada strategi untuk: meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja agar masyarakat tidak merasa perlu "kabur", mengedukasi masyarakat tentang pentingnya bertahan dalam menghadapi tantangan, memperbaiki sistem agar lebih adil dan transparan sehingga orang tidak merasa putus asa.
Jika terdapat tantangan dalam fenomena ini, tentu ada manfaat yang dapat diambil, artinya #KaburAjaDulu bisa diubah menjadi sesuatu yang lebih positif bagi Indonesia, asalkan diarahkan dengan cara yang tepat, seperti: kabur for work-life balance kembali untuk kreatifitas dan inovasi, kabur untuk improve your skill kembali untuk berkontribusi lebih besar terhadap bangsa dan negara. Terlihat sudah banyak Diaspora yang sukses di luar negeri kabur dulu untuk belajar lalu kembali ke tanah air untuk membawa perubahan.
Kesimpulan
Indonesia perlu menghadapi fenomena #KaburAjaDulu dengan pendekatan mulai dari edukasi, kebijakan tenaga kerja, hingga memperbaiki sistem yang membuat orang merasa perlu "kabur." Jika tidak ditangani dengan baik, ini bisa menjadi ancaman bagi daya saing dan ketahanan bangsa di masa depan.
Tentang Penulis:
Dariyanti (PPI Gujarat)
Mahasiswi S2 Akuntansi
SD. School of Commerce
Gujarat University
IG: @yantidebora12
https://www.linkedin.com/in/dariyanti-dariyanti-3b407b302/
PPI India adalah wadah bagi pelajar Indonesia untuk berinteraksi, berbagi informasi, serta mendukung satu sama lain dalam menghadapi tantangan dan peluang yang ada di India. Kami berkomitmen untuk membangun komunitas yang solid, inklusif, dan progresif, yang tidak hanya berfokus pada akademik, tetapi juga pada pengembangan pribadi dan profesional setiap anggotanya.